Waspada! Ini Jenis Penipuan Online Terbaru

penipuan online

Di Indonesia, ancaman penipuan online finansial sudah sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan dari PT Indonesia Digital Identity (VIDA), mencatat peningkatan signifikan sebesar 1.550% dalam kasus penipuan finansial berbasis AI sejak 2022 hingga 2024. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan kemajuan teknologi yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan, tetapi juga menunjukkan adanya celah dalam sistem keamanan digital yang semakin diperbesar oleh pesatnya adopsi teknologi keuangan di kalangan masyarakat. 

Deteksi Jenis Penipuan Online Keuangan Berbasis AI

Seiring dengan semakin canggihnya teknologi, berbagai modus penipuan keuangan juga ikut berevolusi, memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memperdaya korban secara lebih halus hingga sulit terdeteksi. Untuk menghadapi ancaman ini, penting bagi kita memahami jenis-jenis penipuan online berbasis AI yang kerap terjadi, sehingga langkah pencegahan dapat diterapkan dengan lebih efektif. Berikut beberapa jenis penipuan online yang banyak terjadi:

1. Deepfake dan Penipuan Identitas

Deepfake adalah sebuah teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) yang memanfaatkan metode pembelajaran mendalam (deep learning) yang dapat memproses dan mempelajari data dalam jumlah besar untuk menghasilkan manipulasi visual atau audio yang tampak seperti nyata, padahal tidak. Dengan kemampuan menghasilkan video atau foto hiper-realistis, teknologi ini dapat meniru ekspresi wajah, gerakan, suara, dan pola bicara seseorang, sehingga terlihat sangat meyakinkan dan sulit dibedakan dari yang asli. 

Teknologi deepfake ini sering digunakan untuk menciptakan video atau gambar yang tampak autentik guna memanipulasi proses otentikasi, seperti saat melewati proses KYC dan sistem verifikasi biometrik. Dengan begitu, memungkinkan pelaku untuk membuka rekening bank, mendapatkan pinjaman, atau melakukan transaksi keuangan lainnya dengan menggunakan identitas palsu.

Cara Mencegah Deepfake

a. Memanfaatkan Teknologi Machine Learning: Teknologi ini berperan dalam mendeteksi deepfake dengan memanfaatkan algoritma cerdas yang dilatih menggunakan data asli dan data manipulasi. Teknologi ini mampu mengidentifikasi anomali seperti:

  • Pencahayaan yang tidak wajar.
  • Gerakan mata yang tidak alami.
  • Ketidaksesuaian antara suara dan ekspresi wajah.

b. Menggunakan Software Deteksi Deepfake: Ada berbagai software berbasis AI yang berfungsi untuk mendeteksi manipulasi konten visual. Software dapat membantu Anda memindai elemen visual untuk menemukan tanda-tanda manipulasi secara cepat dan akurat.

c. Menerapkan Sistem Verifikasi Berlapis: Menggunakan metode verifikasi tambahan dapat meningkatkan keamanan dan memastikan keaslian informasi. Contohnya:

  • Tanda tangan digital untuk melindungi keaslian konten visual.
  • Biometrik, seperti pemindaian wajah atau verifikasi suara, untuk mengkonfirmasi identitas pengguna.

Langkah ini membantu meminimalkan penyebaran deepfake sekaligus menjaga integritas data.

Baca juga: Serangan Phishing: Selamatkan Data, Amankan Usaha

2. Pengambilalihan Akun (Account Takeover/ATO)

ATO adalah tindakan di mana pelaku kejahatan mengambil alih kontrol atas akun online seseorang, seperti akun email, akun media sosial, akun bank, atau akun layanan streaming. Setelah berhasil mengambil alih akun, pelaku dapat melakukan berbagai tindakan kejahatan. Modus ini melibatkan pencurian data pribadi melalui serangan phishing atau pencurian data, memungkinkan pelaku untuk mengakses akun korban dan melakukan transaksi tidak sah. Serangan phishing tercatat menjadi ancaman utama, dengan kenaikan 41% (Semester 1, 2024) YoY di Asia Tenggara. Phising finansial ini akan terus berkembang di beberapa sektor seperti e-commerce, perbankan, dana asuransi. Selain email phishing, para hacker juga akan menggunakan media social dan platform pengiriman pesan seperti Whatsapp untuk mengirimkan link palsu seperti APK.

Cara Pencegahan Account Takeover/ATO

a. Gunakan Verifikasi Dua Faktor (2FA): Akan lebih baik, aktifkan autentikasi dua langkah pada semua akun online yang Anda miliki, lalu pilih metode verifikasi yang lebih aman, seperti aplikasi autentikator.

b. Jaga Kerahasiaan Informasi Pribadi: Hindari membagikan data pribadi, seperti tanggal lahir atau nomor telepon, di media sosial. Anda juga harus selalu mewaspadai permintaan informasi sensitif melalui email atau pesan dari sumber yang tidak dikenal.

c. Perbarui Kata Sandi Secara Berkala: Pastikan Anda menggunakan kata sandi yang kuat, terdiri dari kombinasi huruf besar, huruf kecil, angka, dan simbol. Jangan lupa untuk hindari penggunaan kata sandi yang sama di banyak akun.

3. Penipuan Identitas Sintetis

Penipuan identitas sintetis adalah modus kejahatan di mana pelaku menciptakan identitas palsu dengan menggabungkan data asli, seperti nomor identitas yang dicuri, dengan informasi palsu lainnya untuk membuat profil identitas baru. Umumnya, identitas sintetis ini digunakan untuk mengakses layanan keuangan, seperti mengajukan pinjaman, membuka rekening bank, atau mendapatkan kartu kredit. 

Cara Mencegah Penipuan Identitas Sintetis

a. Verifikasi Identitas: Verifikasi bisa dilakukan dengan multi-faktor, menggunakan kombinasi kata sandi, PIN, dan biometrik. Selain itu, bisa juga verifikasi identitas secara langsung seperti meminta calon pelanggan untuk datang ke kantor untuk melakukan verifikasi identitas secara langsung.

b. Lakukan Pemantauan Transaksi yang Berkelanjutan: Deteksi pola yang tidak biasa menggunakan sistem yang dapat mendeteksi pola transaksi yang mencurigakan, seperti transaksi yang dilakukan di luar jam kerja atau nominal yang tidak biasa.

c. Menggunakan Layanan Verifikasi Identitas: Memanfaatkan layanan pihak ketiga yang menyediakan data dan alat untuk verifikasi identitas.

Baca juga: Hadapi Tren Fraud, Ini Strategi DOKU dalam Upaya Mitigasi

Penting untuk diingat bahwa meskipun teknologi berbasis AI dapat menjadi pedang bermata dua, penerapan sistem deteksi dan pencegahan yang tepat dapat membantu meminimalkan dampak dari ancaman penipuan online ini. Dengan meningkatkan kesadaran akan potensi risiko dan memanfaatkan teknologi yang tepat, kita dapat memperkuat perlindungan terhadap sistem keuangan dan memastikan integritasnya. Keamanan finansial bukan hanya tanggung jawab lembaga keuangan, tetapi juga setiap individu yang terlibat, sehingga kolaborasi yang erat antara teknologi dan kesadaran akan menjaga ekosistem keuangan digital kita tetap aman dan terpercaya.