Tren Pembayaran 2024: Antara Teknologi, Keamanan, dan Inklusi

Tren Pembayaran

Di tahun 2023, industri pembayaran berada di tengah-tengah transformasi pasca pandemi covid-19. Situasi tersebut ikut mengubah perilaku masyarakat dalam melakukan transaksi pembayaran yakni dari uang tunai ke cashless.  Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong teknologi untuk bisa memfasilitasi kebutuhan konsumen. Bisnis pun juga ikut berinovasi untuk memenuhi kebutuhan dan agar tetap relevan di setiap perubahan. 

Tren Pembayaran 2024

Peralihan tersebut siap dilanjutkan di tahun 2024 seiring dengan meningkatnya keinginan konsumen akan pengalaman keuangan yang terintegrasi dan lancar serta bisnis terus beradaptasi dengan ekosistem digital yang terus berkembang. Berikut prediksi tren pembayaran 2024:

1. Inklusi Keuangan

Di negara berkembang, inklusi keuangan akan terus berlanjut pertumbuhannya dengan didorong oleh kecanggihan smartphone, kemudahan dan kenyamanan akses pembayaran. Penetrasi smartphone yang diprediksi mencapai 80% di tahun 2025 dipengaruhi dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Uang elektronik, dompet digital, serta inovasi kode QR akan menjadi hal berpengaruh untuk membuat jangkauan yang luas dan biaya transaksi yang rendah. Sementara itu, bank sentral akan tetap memegang peranan penting dalam menjamin privasi, stabilitas, dan kepercayaan terhadap penyedia baru, metode pembayaran yang inovatif, dan sistem keuangan secara keseluruhan.

Dengan pendekatan yang mengutamakan inklusi dan kepercayaan, tren pembayaran 2024 berpotensi membuka gerbang bagi masyarakat yang selama ini tertinggal dari kemajuan ekonomi digital. Diharapkan, tahun ini menjadi titik awal terciptanya ekosistem pembayaran yang lebih adil dan merata, di mana siapa saja dapat berpartisipasi dan merasakan manfaatnya.

2. Mata Uang Digital Bank Sentral 

Mata Uang Digital Bank Sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) menjadi salah satu tren industri pembayaran di tahun 2024. Sebanyak 60% bank sentral sedang menjajaki mata uang digital, sementara 14% sedang melakukan uji coba.

Di Indonesia, mata uang digital bank sentral juga sudah mulai direncanakan yaitu  Rupiah Digital. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menyampaikan bahwa CBDC berpotensi cocok untuk digunakan sebagai alat tukar yang sah dalam ekosistem terdesentralisasi, fitur utama yang tentu saja tidak ada di ekosistem uang kertas tradisional saat ini.

CBDB memiliki peran penting bagi sistem keuangan di masa depan. Hal itu didasari oleh kekhawatiran atas adanya resiko stabilitas keuangan dari mata uang digital swasta yang tumbuh sejalan dengan tingginya kapitalisasi pasar dan dikombinasikan dengan adopsi yang kuat.

Baca juga:

Makin Banyak! 3 Sistem Pembayaran Non Tunai yang Ada Saat Ini

7 Metode Pembayaran Online Kekinian dan Plus-Minusnya

3. Dompet Digital

Di tahun 2024, dompet digital diprediksi akan semakin mendominasi lanskap pembayaran. Tak hanya menawarkan kemudahan dan efisiensi dalam bertransaksi cashless bagi konsumen, tapi juga memperluas jangkauan pelanggan dan meningkatkan penjualan bagi bisnis. Dompet digital juga akan diprediksi mencakup lebih dari setengah dari seluruh pembayaran di e-commerce secara global pada tahun 2024, seiring dengan peralihan konsumen dari transaksi berbasis kartu ke virtual account dan berbasis kode QR.

Kedepannya, penyedia pembayaran juga akan banyak berkolaborasi dengan fintech dan startup sebagai bagian dari inovasi dompet digital. Hal ini menjadi salah satu cara untuk mendukung pembayaran B2B dan digitalisasi rantai pasokan bisnis. Maka, inovasi ini semakin mendorong adopsi dompet digital di berbagai kalangan masyarakat dan mengubah cara kita bertransaksi di masa depan.

Tren Pembayaran

4. Persaingan Infrastruktur Pembayaran (Payment Rails)

Pemrosesan pembayaran juga mengalami perubahan, seiring dengan evolusi pembayaran dari kartu dan rekening tradisional hingga dompet digital, serta dukungan regulator untuk memperkuat infrastruktur pembayaran.

Meningkatnya ketersediaan opsi pembayaran secara real-time akan mengubah interaksi pembayaran bagi konsumen dan bisnis, dari permintaan pembayaran, proses pembayarannya, penerimaan dan verifikasinya. Pembayaran juga akan menghasilkan lebih banyak data, sehingga di masa depan akan bergantung pada pemanfaatan data dan analitik untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik.

5. Pembayaran Lintas Negara (Cross-Border Payment)

Dalam survei PWC, sebanyak 42% responden meyakini akan ada percepatan lintas batas negara, pembayaran instan lintas mata uang dan pembayaran B2B hingga lima tahun ke depan.

Di tahun-tahun mendatang, juga diprediksi akan adanya perubahan yang signifikan dalam arsitektur pembayaran yang akan terhubung sistem pembayaran antar negara, maka, akan mendorong masyarakat yang inklusif.

6. Kejahatan Keuangan

Semakin banyaknya e-commerce, semakin besar juga peluang untuk beragam bentuk penipuan (fraud). Menurut laporan pencegahan penipuan digital dari perusahaan pendeteksi fraud yang dikutip dari laporan PWC, rata-rata sebanyak 70% peningkatan percobaan pembelian palsu pada tahun 2020 dari tahun sebelumnya,.

Selain itu, Open banking juga membuka pintu baru untuk kejahatan dalam sistem keuangan. Salah satu contohnya adalah meningkatnya risiko bagi konsumen dari penipuan pembayaran terautorisasi / Authorized Push Payment (APP) dalam jaringan pembayaran. 

Keamanan, kepatuhan, dan risiko privasi data dan masalah terkait menjadi perhatian utama bank, fintech dan manajer aset dalam penerapan strategi teknologi terintegrasi. Hal ini menunjukkan pentingnya kolaborasi yang lebih erat antara bank, penyedia layanan pembayaran, dan pemerintah untuk mencegah penipuan dan pencucian uang. Namun, perlu diingat bahwa upaya peningkatan keamanan mungkin akan berdampak pada kenyamanan pengguna. Maka, menemukan keseimbangan antara keduanya adalah kunci untuk membangun sistem keuangan yang kuat dan inklusif.