Kuasai Manajemen Persediaan Demi Bisnis yang Sehat

Kuasai Manajemen Persediaan Demi Bisnis yang Sehat
Table of Contents

Key Takeaways:

  • Manajemen persediaan adalah pilar strategis untuk menyeimbangkan ketersediaan produk dengan permintaan pelanggan secara efisien.
  • Penerapan metode yang tepat, seperti EOQ untuk efisiensi biaya atau JIT untuk menekan stok, sangat bergantung pada model bisnis Anda.
  • Berbagai faktor eksternal dan internal, mulai dari dana yang tersedia, waktu tunggu pemasok, hingga permintaan pasar, sangat memengaruhi tingkat persediaan.
  • Metode perhitungan biaya seperti FIFO dan Average memiliki dampak langsung terhadap laporan laba rugi dan valuasi aset perusahaan.
  • Manajemen persediaan yang efektif mampu mencegah kehilangan penjualan, mengurangi biaya penyimpanan, dan meningkatkan arus kas secara keseluruhan.

Bayangkan skenario ini: produk andalan Anda sedang viral, permintaan meroket, tapi saat pelanggan ingin membeli, stoknya kosong. Sebuah peluang emas terlewat begitu saja. Di sisi lain, bayangkan gudang Anda penuh dengan barang yang pergerakannya lambat, menyita ruang, dan mengikat modal yang seharusnya bisa Anda putar untuk hal lain. Kedua situasi ini adalah mimpi buruk bagi setiap pebisnis, dan keduanya berakar pada satu hal yang sama, yaitu pengelolaan stok.

Manajemen persediaan memiliki peran yang sangat vital dalam operasional bisnis. Proses ini bukan sekadar aktivitas penghitungan fisik barang di gudang, melainkan sebuah disiplin strategis untuk memastikan Anda memiliki jumlah produk optimal, di lokasi yang benar, pada waktu yang dibutuhkan, dan dengan biaya yang paling efisien. Menguasai manajemen persediaan berarti Anda memegang kendali atas salah satu aset terbesar dalam bisnis, mengubahnya dari potensi risiko menjadi sumber profitabilitas yang berkelanjutan.

Read More: Berbisnis dengan Diversifikasi Produk Agar Terhindar dari Kerugian! Simak Juga Manfaat Lainnya

Apa itu Manajemen Persediaan?

Apa itu Manajemen Persediaan

Secara mendasar, manajemen persediaan adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mendapatkan, menyimpan, dan akhirnya menjual atau menggunakan stok, baik itu bahan baku maupun barang jadi. Tujuannya terdengar sederhana, yaitu memastikan kelancaran operasional tanpa gangguan. Namun di baliknya, ada fungsi yang jauh lebih strategis yang menjadi penentu kesehatan sebuah bisnis.

Fungsi utamanya adalah untuk menjembatani antara proses produksi dan penjualan. Manajemen persediaan memastikan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kekurangan stok (stockout) yang dapat berujung pada kehilangan penjualan dan kekecewaan pelanggan. Di saat yang sama, ia juga berfungsi untuk mencegah penumpukan stok berlebih (overstock) yang memakan biaya penyimpanan, meningkatkan risiko kerusakan barang, dan membekukan arus kas Anda. Dengan kata lain, ini adalah tentang menemukan titik keseimbangan yang sempurna.

Lebih dari itu, manajemen persediaan yang baik memungkinkan Anda untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan pasar. Dengan data yang akurat, Anda bisa membuat perkiraan yang lebih baik, merencanakan pembelian dengan lebih strategis, dan bahkan memanfaatkan diskon pembelian dalam jumlah besar tanpa perlu khawatir barang akan menumpuk sia-sia. Pada akhirnya, tujuannya adalah efisiensi di semua lini, mulai dari biaya hingga kepuasan pelanggan.

Metode dalam Manajemen Persediaan

Metode dalam Manajemen Persediaan

Setiap bisnis memiliki ritme yang unik, karena itu tidak ada satu metode manajemen persediaan yang cocok untuk semua. Memahami beberapa pendekatan kunci akan membantu Anda memilih strategi yang paling selaras dengan model bisnis, jenis produk, dan hubungan Anda dengan pemasok.

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Metode Economic Order Quantity (EOQ) adalah formula yang digunakan untuk menemukan jumlah pesanan ideal yang harus dilakukan perusahaan untuk meminimalkan total biaya persediaan, yang mencakup biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Bayangkan ini sebagai cara untuk menemukan "titik manis" dalam pemesanan. Memesan terlalu sering dalam jumlah kecil akan menaikkan biaya pemesanan, sementara memesan dalam jumlah besar sekaligus akan membengkakkan biaya penyimpanan di gudang.

Dengan menerapkan EOQ, bisnis dapat membuat keputusan yang lebih cerdas tentang berapa banyak produk yang harus dipesan dalam setiap siklus. Ini membantu menjaga tingkat persediaan tetap efisien, memastikan ketersediaan produk untuk pelanggan, sekaligus menekan biaya yang tidak perlu agar keuntungan tetap optimal.

Read more: Siap Jadi Raksasa Industri? Ini 5 Kunci Sukses Perusahaan Manufaktur

2. Periodic Review

Berbeda dengan EOQ yang fokus pada "berapa banyak" harus memesan, metode Periodic Review berfokus pada "kapan" harus memesan. Dalam sistem ini, perusahaan akan memeriksa tingkat persediaan pada interval waktu yang telah ditentukan, misalnya setiap minggu atau setiap bulan. Pemesanan kemudian dilakukan untuk mengembalikan stok ke tingkat yang diinginkan.

Metode ini sangat praktis, terutama ketika Anda mengelola banyak item yang berbeda dari satu pemasok yang sama. Anda bisa menjadwalkan satu waktu pemesanan untuk semua produk tersebut, sehingga prosesnya menjadi lebih sederhana dan terprediksi. Ini membantu Anda memperkirakan pengeluaran secara rutin dan menjaga alur kerja logistik tetap teratur.

3. Material Requirement Planning (MRP)

Untuk bisnis di bidang manufaktur, metode Material Requirement Planning (MRP) adalah sebuah keharusan. Ini adalah sistem perencanaan dan pengendalian yang dirancang untuk memastikan semua bahan baku dan komponen yang dibutuhkan untuk produksi selalu tersedia tepat waktu. Sistem ini bekerja dengan melihat jadwal produksi induk, daftar bahan (bill of materials), dan data persediaan saat ini untuk menghitung apa yang dibutuhkan dan kapan harus dipesannya.

Tujuan utama MRP adalah menjaga tingkat persediaan bahan baku seminimal mungkin tanpa mengorbankan kelancaran produksi. Dengan begitu, biaya penyimpanan dapat ditekan serendah mungkin. Aspek perencanaannya sangat komprehensif, mencakup jadwal pembelian, alur produksi, hingga pengiriman bahan ke lantai produksi.

4. Just In Time (JIT)

Just In Time (JIT) adalah sebuah filosofi radikal di mana perusahaan berusaha untuk tidak menyimpan persediaan sama sekali. Konsepnya adalah bahan baku atau produk diterima dari pemasok persis pada saat dibutuhkan untuk proses produksi atau untuk dijual kepada pelanggan. Dengan asumsi tidak ada persediaan, maka tidak ada pula biaya persediaan yang perlu ditanggung.

Implementasi JIT menuntut hubungan kerja sama yang sangat erat dan terpercaya dengan para pemasok. Anda harus memiliki relasi yang solid sehingga saat Anda membutuhkan barang, pemasok dapat mengirimkannya dengan cepat dan andal. Meskipun sangat efisien dalam menekan biaya, metode ini memiliki risiko yang tinggi jika terjadi gangguan pada rantai pasok, karena tidak ada stok penyangga sama sekali.

Read more: Apa Itu Manajemen Bisnis? Kenali Fungsi dan Komponennya

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Manajemen Persediaan

Mengelola persediaan bukanlah aktivitas yang berjalan di ruang hampa. Ada banyak sekali faktor dinamis, baik dari dalam maupun luar perusahaan, yang terus-menerus memengaruhinya. Memahami variabel-variabel ini akan membantu Anda membuat keputusan yang lebih tanggap dan adaptif terhadap perubahan.

1. Ketersediaan Dana (Anggaran Modal)

Alokasi dana atau modal kerja yang tersedia di perusahaan akan menentukan batas maksimal pembelian dan volume persediaan yang sanggup ditahan. Persediaan adalah aset yang membutuhkan investasi dana.

Jika dana terbatas, perusahaan harus menerapkan strategi manajemen persediaan yang sangat ketat, seperti Just-In-Time (JIT), untuk menghindari penumpukan stok yang dapat mengikat modal (dead stock). Semakin besar dana yang tersedia, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membeli persediaan dalam jumlah besar (untuk mendapatkan diskon) atau membuat stok penyangga (safety stock).

2. Waktu Tunggu (Lead Time)

Lead time mengacu pada total durasi yang dibutuhkan sejak pesanan persediaan dibuat hingga barang tersebut diterima dan siap digunakan/dijual. Durasi ini sangat krusial karena memengaruhi titik pemesanan kembali (reorder point).

Jika lead time dari pemasok panjang, perusahaan wajib menaikkan volume persediaan pengaman (safety stock) untuk mencegah kehabisan barang saat menunggu kiriman datang. Sebaliknya, lead time yang pendek memungkinkan perusahaan untuk menahan persediaan dalam jumlah yang lebih kecil.

3. Frekuensi Pemakaian atau Konsumsi

Tingkat kecepatan atau frekuensi barang digunakan dalam proses produksi atau dijual kepada konsumen memiliki dampak langsung pada tingkat persediaan yang harus dijaga. Produk dengan tingkat konsumsi tinggi (misalnya bahan baku utama atau barang fast-moving) memerlukan pemantauan dan pengisian ulang stok yang jauh lebih sering.

Analisis akurat terhadap frekuensi pemakaian ini memungkinkan perusahaan menetapkan kuantitas pemesanan ekonomis (Economic Order Quantity / EOQ) yang paling efisien.

4. Ketahanan atau Umur Simpan Produk

Umur simpan (shelf life) barang persediaan menjadi faktor penentu dalam manajemen risiko. Produk yang memiliki ketahanan singkat (seperti bahan makanan segar, obat-obatan, atau barang musiman) memerlukan strategi First-In, First-Out (FIFO) yang ketat dan kecepatan distribusi yang tinggi.

Kesalahan dalam memperkirakan permintaan atau keterlambatan penjualan dapat langsung mengakibatkan kerugian finansial total karena barang menjadi rusak atau kedaluwarsa.

5. Risiko Eksternal (Bencana dan Krisis)

Faktor risiko eksternal melibatkan semua kejadian tak terduga yang dapat mengganggu ketersediaan atau aksesibilitas pasokan. Ini mencakup bencana alam, krisis geopolitik, atau wabah penyakit.

Untuk mengantisipasi risiko-risiko ini, perusahaan sering kali harus meningkatkan persediaan pengaman atau mencari pemasok alternatif. Peristiwa ini memaksa perusahaan untuk mengevaluasi ulang toleransi risiko dan seberapa besar persediaan cadangan yang harus dimiliki.

6. Tingkat Permintaan dan Penawaran Pasar

Dinamika pasar adalah faktor pendorong utama. Perubahan dalam tingkat permintaan konsumen harus diantisipasi melalui proyeksi yang akurat. Jika permintaan diperkirakan meningkat (misalnya saat musim liburan), persediaan harus ditingkatkan.

Sebaliknya, fluktuasi penawaran dari pemasok (seperti kelangkaan bahan baku) dapat memaksa perusahaan untuk menimbun stok lebih awal. Manajemen yang efektif harus mampu menyeimbangkan permintaan pasar agar tidak terjadi kelebihan stok (overstock) atau kekurangan stok (out-of-stock).

Cara Menentukan Biaya Persediaan

Bagaimana Anda menetapkan nilai pada stok yang tersisa di gudang? Ini bukan hanya pertanyaan untuk operasional, tetapi juga untuk akuntansi. Cara Anda menghitung biaya persediaan akan berdampak langsung pada laporan keuangan, terutama pada beban pokok penjualan (BPP) dan laba kotor.

1. Metode First In First Out (FIFO)

Metode First In First Out (FIFO) mengasumsikan bahwa barang yang pertama kali masuk ke gudang adalah barang yang pertama kali dijual. Pendekatan ini sangat logis dan sejalan dengan alur fisik sebagian besar produk, terutama untuk barang yang memiliki masa kedaluwarsa.

Secara akuntansi, metode ini akan mencocokkan biaya barang yang lebih lama (dan biasanya lebih murah) dengan pendapatan saat ini. Selama periode inflasi, ini akan menghasilkan beban pokok penjualan yang lebih rendah dan laba kotor yang terlihat lebih tinggi. Nilai persediaan akhir di neraca pun akan mencerminkan harga pasar yang lebih baru.

2. Metode Last In First Out (LIFO)

Berkebalikan dengan FIFO, metode Last In First Out (LIFO) berasumsi bahwa barang yang terakhir dibeli adalah yang pertama kali dijual. Secara historis, metode ini digunakan perusahaan untuk membayar pajak yang lebih rendah saat terjadi inflasi, karena BPP yang dilaporkan menjadi lebih tinggi.

Namun, perlu dicatat bahwa standar akuntansi di banyak negara, termasuk yang mengadopsi IFRS, sudah tidak lagi mengizinkan penggunaan metode LIFO karena dianggap dapat mendistorsi laporan laba.

3. Metode Average

Metode rata-rata tertimbang atau Average Cost mengambil jalan tengah. Cara ini menghitung biaya per unit berdasarkan biaya rata-rata dari semua barang serupa yang tersedia selama periode tersebut.

Perhitungannya didapat dengan membagi total biaya barang yang tersedia untuk dijual dengan total unit yang tersedia. Metode ini cenderung memperhalus fluktuasi harga dan menghasilkan angka laba yang lebih moderat dibandingkan FIFO atau LIFO.

Contoh Manajemen Persediaan di Berbagai Industri

Teori adalah satu hal, tetapi melihat bagaimana manajemen persediaan diterapkan dalam praktik akan memberikan gambaran yang lebih jelas. Setiap industri memiliki tantangannya sendiri, sehingga pendekatannya pun disesuaikan secara spesifik.

Dalam industri ritel atau barang konsumsi (Fast-Moving Consumer Goods), kecepatan adalah segalanya. Sebuah supermarket, misalnya, harus mengelola ribuan produk dengan masa simpan yang berbeda. Mereka kemungkinan besar akan menggunakan metode FIFO untuk produk segar seperti sayur dan buah, dikombinasikan dengan sistem Periodic Review yang terintegrasi dengan data penjualan dari kasir untuk memastikan rak tidak pernah kosong dari produk-produk populer.

Lain halnya dengan industri manufaktur otomotif. Sebuah pabrik mobil adalah contoh klasik dari penerapan JIT dan MRP. Mereka tidak mungkin menyimpan ribuan komponen di pabrik. Sebaliknya, mereka mengandalkan sistem terkomputerisasi untuk menjadwalkan kedatangan setiap komponen, dari baut hingga mesin, agar tiba di lini perakitan tepat pada saat dibutuhkan. Ini menekan biaya penyimpanan secara drastis.

Sementara itu, industri fesyen menghadapi tantangan permintaan yang sangat musiman. Mereka harus melakukan peramalan tren secara akurat untuk memproduksi koleksi pakaian musim panas atau musim dingin dalam jumlah yang tepat. Kesalahan dalam manajemen persediaan berarti mereka akan terjebak dengan stok pakaian yang sudah ketinggalan zaman dan harus dijual dengan diskon besar, yang tentunya akan menggerus keuntungan.

Mengapa Bisnis Perlu Manajemen Persediaan?

Persediaan adalah aset yang mengikat modal dan menunggu untuk dikonversi menjadi pendapatan. Namun, jika tidak dikelola secara strategis, aset ini dapat dengan cepat berubah menjadi beban operasional. Oleh karena itu, manajemen persediaan adalah fungsi krusial yang tidak boleh diabaikan oleh bisnis, terlepas dari skalanya.

Risiko utama datang dari dua sisi. Kekurangan persediaan (stock-out) dapat menghentikan produksi, menyebabkan hilangnya penjualan, dan merusak kepercayaan pelanggan. Sebaliknya, kelebihan persediaan (overstock) akan meningkatkan biaya penyimpanan dan asuransi, mengikat modal kerja, serta meningkatkan risiko kerusakan atau kedaluwarsa barang.

Pada akhirnya, manajemen persediaan yang efektif adalah keunggulan kompetitif. Kemampuan merespons permintaan pasar secara cepat, menjaga arus kas tetap likuid, dan meminimalkan pemborosan merupakan fondasi penting bagi bisnis yang tangguh dan siap menghadapi persaingan yang ketat.

Ubah Peluang Menjadi Uang!

Setelah Anda berhasil merapikan urusan internal seperti manajemen persediaan, langkah logis berikutnya adalah memastikan proses eksternal, yaitu penerimaan pembayaran, berjalan sama lancarnya. Sistem inventaris yang hebat memastikan produk Anda selalu siap jual. Namun, semua itu tidak akan maksimal jika pelanggan kesulitan saat akan membayarnya. Di sinilah DOKU hadir sebagai mitra strategis Anda!

Dengan sekali integrasi, bisnis Anda akan terhubung secara otomatis ke berbagai metode pembayaran yang disukai pelanggan, mulai dari kartu kredit, transfer bank, e-wallet, hingga gerai ritel. Jangan biarkan proses pembayaran yang rumit menjadi penghalang antara produk hebat Anda dan pelanggan setia. Apapun kompleksitas bisnis Anda, DOKU siap membantu mengelolanya dengan lebih baik!