Transformasi digital dalam industri keuangan dan sistem pembayaran membawa banyak peluang baru bagi masyarakat maupun pelaku usaha. Teknologi memungkinkan transaksi menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien melalui layanan pembayaran. Namun, di balik kemudahan tersebut, ancaman kejahatan finansial, khususnya penipuan scam, semakin meningkat.
Scam keuangan kini menjadi tantangan serius, baik bagi regulator maupun penyedia jasa keuangan. Modus operandi penipu semakin canggih, memanfaatkan kerentanan teknologi sekaligus faktor psikologis pengguna. Situasi ini menuntut adanya strategi komprehensif: regulasi yang ketat, sistem pengawasan yang adaptif, serta literasi masyarakat yang terus diperkuat. Namun, persoalan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga global.
Penipuan / Scam pada Keuangan dalam Skala Global
Di tingkat global, kerugian akibat scam telah mencapai triliunan dolar setiap tahunnya, menjadikan penipuan scam digital sebagai salah satu ancaman terbesar bagi stabilitas ekonomi dunia. Artinya, upaya pemberantasan scam tak bisa dilakukan secara parsial, melainkan perlu kolaborasi lintas negara, dukungan teknologi canggih, dan kesadaran kolektif masyarakat internasional.
1. Besaran Skala Kerugian Keuangan
Scam digital kini sudah jadi masalah besar di seluruh dunia. Menurut Global State of Scams Report 2024, kerugian akibat penipuan online sepanjang tahun 2024 mencapai USD 1 triliun. Angka fantastis ini bukan hanya merugikan individu, tapi juga bisa mengganggu stabilitas ekonomi global. Di Indonesia sendiri, survei FICO (2024) menunjukkan sekitar 1 dari 4 pengguna pembayaran real-time (RTP) pernah jadi korban scam, kebanyakan terkait belanja barang, jasa, atau investasi yang ternyata palsu.
2. Tingkat Kecanggihan Scam
Seiring teknologi yang semakin maju, scam pun ikut makin pintar. Kalau dulu hanya berupa pesan singkat atau email palsu, sekarang muncul modus seperti pig-butchering scam, yaitu penipuan investasi palsu yang disebarkan lewat aplikasi kencan, media sosial, bahkan platform kripto. Lebih berbahaya lagi, pelaku sudah memanfaatkan AI dan deepfake untuk meniru wajah atau suara orang lain, sehingga korban makin sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.
3. Kejahatan Terorganisir Lintas Negara
Scam juga sudah masuk ke level kejahatan terorganisir lintas negara. Menurut Financial Action Task Force, sindikat scam biasanya terbagi dalam kelompok dengan tugas berbeda, mulai dari membuat modus hingga mencuci uang hasil kejahatan. Kawasan Asia Tenggara bahkan disebut sebagai pusat operasi internasional, dengan kasus di Myanmar yang melibatkan kelompok bersenjata untuk memfasilitasi scam lintas-batas. Artinya, masalah ini tidak sekadar soal keuangan, tapi juga bisa menyentuh isu keamanan regional dan politik.
4. Scam dan Hak Asasi Manusia
Yang tidak kalah serius, scam juga menyentuh aspek hak asasi manusia. Laporan Meta (2025) mengungkap banyak orang yang diperdagangkan dan dipaksa bekerja di scam center di Asia Tenggara. Sementara di sisi korban, dampaknya bukan hanya kehilangan uang, tapi juga tekanan mental dari rasa malu, stres, sampai depresi. Parahnya lagi, data pribadi korban sering dicuri dan dijual di dark web, lalu dipakai untuk kejahatan lain.
Semua ini menunjukkan bahwa scam keuangan sudah jadi masalah global yang kompleks. Bukan cuma merugikan secara finansial, tapi juga mengganggu keamanan dan bahkan menyangkut persoalan kemanusiaan. Itu sebabnya, penanganannya butuh kerja sama lintas negara, regulasi yang kuat, serta edukasi agar masyarakat lebih siap menghadapi berbagai modus yang semakin canggih.
Peran IASC dalam Memberantas Financial Scam
Indonesia Anti-Scam Center (IASC) dibentuk OJK sebagai forum koordinasi antara Satgas PASTI (Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal) dengan pelaku industri perbankan, penyedia jasa pembayaran, e-commerce, dan pihak terkait lainnya. mulai dari perbankan, penyedia jasa pembayaran, hingga industri e-commerce.
Tujuannya agar laporan penipuan scam bisa ditangani lebih cepat, termasuk proses identifikasi, pemblokiran rekening pelaku, dan pengembalian dana korban. Dengan adanya pusat aduan ini, masyarakat tidak lagi bingung harus melapor kemana ketika menjadi korban scam keuangan.
Masyarakat dapat langsung melaporkan kasus penipuan melalui kanal resmi IASC:
- Telepon: 157
- WhatsApp: 081157157157
- Email iasc@ojk.go.id
- Situs iasc.ojk.go.id.
Dari laporan tersebut, IASC akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menghentikan transaksi mencurigakan, memblokir rekening pelaku, hingga melanjutkan proses hukum. Dengan langkah ini, IASC berperan penting dalam memutus rantai financial scam sekaligus meningkatkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Operasi Anti-Scam Internasional: Peran Indonesia dalam FRONTIER+
Penipuan scam digital kini semakin canggih dan melintasi batas negara, dari modus investasi fiktif, love scam, hingga tawaran kerja palsu. Untuk menghadapi ancaman ini, sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik membentuk kerjasama lintas batas bernama FRONTIER+, dengan Indonesia sebagai salah satu dari 11 yurisdiksi yang terlibat (Singapura, Hong Kong, Malaysia, Thailand, Maldives, Korea, Australia, Macao, Kanada, Indonesia dan Brunei). Tujuan aliansi ini adalah mempercepat pertukaran intelijen, membekukan dana hasil kejahatan secara cepat, serta menindak jaringan kriminal internasional yang kerap merugikan korban secara finansial maupun emosional.
Dengan dukungan kerja sama internasional, Indonesia dapat lebih sigap dalam melacak aliran dana, membongkar jaringan scam lintas batas, sekaligus memberi efek jera kepada pelaku. Masyarakat pun diimbau untuk berperan aktif: waspada terhadap tawaran investasi berimbal hasil tinggi, selalu verifikasi identitas pengirim pesan, dan segera melapor ke kanal resmi penegak hukum bila menemukan aktivitas mencurigakan.
Peran DOKU dalam Melawan Penipuan/Scam Digital

Sebagai bagian dari ekosistem pembayaran digital, DOKU turut memainkan peran penting dalam memutus rantai penipuan keuangan. Melalui teknologi yang mampu mendeteksi risiko tersebut, DOKU membantu bisnis mengenali pola transaksi mencurigakan lebih dini, sekaligus mencegah potensi kerugian sebelum terjadi. Pendekatan ini sejalan dengan upaya nasional melalui IASC maupun kerjasama internasional seperti FRONTIER+, yang sama-sama menekankan pentingnya identifikasi cepat dan pemblokiran aliran dana hasil kejahatan.
Lebih dari itu, DOKU juga berperan dalam edukasi literasi keuangan digital bagi merchant maupun konsumen. Dengan meningkatkan kesadaran publik tentang modus-modus scam terbaru, mulai dari phishing hingga social engineering. DOKU tidak hanya menyediakan infrastruktur pembayaran yang menjunjung tinggi kepatuhan, tetapi juga memperkuat ketahanan masyarakat terhadap ancaman penipuan/scam online. Peran ini menjadikan DOKU bukan sekadar penyedia layanan pembayaran, melainkan mitra strategis dalam mendukung ekosistem digital Indonesia yang lebih terlindungi.