Key Takeaways:
- Definisi dan Fungsi Biaya Bahan Baku: Biaya bahan baku adalah seluruh pengeluaran terencana untuk memperoleh bahan mentah, mencakup harga beli hingga biaya penyimpanan/pengiriman. Komponen ini sangat krusial sebagai elemen utama biaya produksi dan dasar penentuan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang akurat.
- Dua Kategori Biaya Bahan Baku: Biaya bahan baku dibagi menjadi dua jenis utama: Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material) sebagai bahan utama produk akhir, dan Biaya Bahan Baku Tidak Langsung (Indirect Material) sebagai bahan pendukung proses produksi.
- Rumus Dasar Perhitungan: Untuk menentukan total biaya bahan baku yang digunakan dalam satu periode akuntansi, digunakan rumus sederhana: Biaya Bahan Baku = Saldo Awal Bahan Baku + Pembelian Bahan Baku - Saldo Akhir Bahan Baku.
- Metode Penilaian Persediaan: Akuntansi menggunakan asumsi aliran biaya untuk menentukan nilai saldo akhir karena adanya fluktuasi harga. Metode utama adalah FIFO (First-In, First-Out) yang menilai stok sisa dengan harga beli terbaru, dan Metode Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average) yang menghitung biaya per unit secara rata-rata.
- Pentingnya Pengelolaan Efisien: Manajemen biaya bahan baku yang efisien dan transparan, idealnya dengan solusi digital, adalah langkah strategis untuk meningkatkan profitabilitas bisnis, menjaga konsistensi kualitas produk, dan memastikan kelangsungan usaha dalam jangka panjang.
Anggaran biaya bahan baku adalah merujuk pada seluruh pengeluaran yang terstruktur dan terencana untuk memperoleh bahan mentah yang akan diolah menjadi produk jadi siap jual. Komponen ini sangat penting karena merupakan elemen utama dalam struktur biaya produksi dan krusial untuk perhitungan besaran Harga Pokok Penjualan (HPP) yang akurat.
Biaya ini tidak sebatas harga beli barang mentah semata, tetapi juga meliputi biaya penyimpanan, pengiriman, dan biaya operasional lain yang terkait langsung dengan pengadaan. Ketidakakuratan dalam komponen vital ini dapat menggerus potensi keuntungan bisnis Anda, sehingga Sobat DOKU perlu menguasai cara menghitung dan mengelolanya secara efisien.
Memahami Komponen dan Jenis Biaya Bahan Baku

Dalam operasional bisnis, biaya bahan baku dibagi menjadi dua kategori utama. Klasifikasi ini membantu manajemen inventaris Anda menjadi lebih rapi dan terstruktur:
Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material)
Biaya bahan baku langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku utama, sebagai penyusun produk hasil akhir secara integral dan menyeluruh. Tanpa keberadaan bahan ini, barang jadi tidak akan terbentuk. Karena perannya yang vital, biaya ini cenderung besar dan mendominasi total pengeluaran biaya produksi. Contoh sederhana: kain untuk industri fashion atau tepung terigu dan telur untuk industri kuliner.
Biaya Bahan Baku Tidak Langsung (Indirect Material)
Berbeda dengan bahan baku langsung, biaya bahan baku tidak langsung terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk bahan lain yang berfungsi sebagai pendukung proses produksi atau melengkapi produk utama. Bahan-bahan ini seringkali sulit dilacak penggunaan per unit barang yang diproduksi (misalnya minyak pelumas untuk mesin produksi atau kertas roti). Meskipun bahan penolong ini tidak tampak dominan pada produk akhir, keberadaannya tetap memengaruhi kualitas produk akhir.
Selain itu, perlu diingat bahwa fluktuasi biaya ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kualitas bahan baku yang dipilih, besaran potongan harga atau diskon dari supplier, nilai tukar mata uang (kurs) terutama jika Anda menggunakan material impor, serta biaya pengiriman dan penyimpanan.
Cara Menghitung Biaya Bahan Baku
Untuk menentukan modal yang dibutuhkan dalam produksi barang, diperlukan cara menghitung biaya bahan baku yang cermat. Perhitungan biaya bahan baku ini biasanya dilakukan dalam satu periode akuntansi tertentu. Untuk melakukannya, diperlukan tiga komponen utama yang harus Sobat DOKU masukkan ke dalam perhitungan, yaitu:
- Saldo awal bahan baku
- Pembelian bahan baku selama periode berjalan
- Saldo akhir bahan baku yang tersisa di gudang.
Sedangkan untuk implementasinya, Sobat DOKU bisa menggunakan rumus sederhana berikut:
Biaya Bahan Baku = Saldo Awal Bahan Baku + Pembelian Bahan Baku - Saldo Akhir Bahan Baku
Untuk memudahkan, mari simak contoh biaya bahan baku dan perhitungannya dalam sebuah bisnis kuliner berikut ini:
- Saldo Awal Bahan Baku: Sebuah toko roti memiliki persediaan awal tepung dan telur senilai Rp5.000.000.
- Pembelian Bahan Baku: Selama bulan berjalan, toko tersebut membeli bahan baku tambahan senilai Rp15.000.000.
- Saldo Akhir Bahan Baku: Setelah dilakukan stock opname di akhir bulan, sisa bahan baku yang ada bernilai Rp3.000.000.
Maka perhitungannya adalah:
Biaya Bahan Baku = Rp5.000.000 + Rp15.000.000 - Rp3.000.000 = Rp17.000.000
Jadi, total biaya bahan baku yang dikeluarkan dan digunakan toko roti selama satu bulan adalah Rp17.000.000. Angka ini sangat penting diketahui, karena nantinya akan menjadi dasar perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) sebelum akhirnya menentukan harga jual roti ke konsumen.
Metode Penilaian Persediaan Bahan Baku
Meskipun Sobat DOKU telah mengetahui rumus perhitungan biaya bahan baku, terdapat satu tantangan utama: nilai saldo akhir sering kali sulit ditentukan karena harga bahan baku yang dibeli terus berfluktuasi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, akuntansi menggunakan asumsi aliran biaya atau cost flow assumption untuk menentukan nilai inventaris akhir. Kesalahan dalam memilih metode ini dapat berdampak langsung pada besaran Harga Pokok Penjualan (HPP) dan laba perusahaan (terutama saat terjadi inflasi). Terdapat dua metode utama yang paling sering digunakan dan relevan untuk UMKM: First-In, First-Out (FIFO) dan metode rata-rata tertimbang (Weighted Average).
Metode FIFO (First-In, First-Out) berasumsi bahwa bahan baku yang pertama kali dibeli adalah bahan baku yang pertama kali digunakan dalam proses produksi. Dengan kata lain, stok yang tersisa di gudang (saldo akhir) dinilai berdasarkan harga beli yang terbaru. Dalam kondisi inflasi (harga cenderung naik), metode FIFO akan menghasilkan HPP yang lebih rendah, karena biaya yang dicatat adalah biaya lama yang lebih murah. Akibatnya, profit yang terlihat di laporan laba rugi akan menjadi lebih tinggi.
Sebagai alternatif yang lebih stabil, metode rata-rata tertimbang (Weighted Average) menghitung biaya per unit dengan cara mengambil rata-rata dari seluruh biaya beli bahan baku selama periode tertentu. Metode ini kemudian digunakan untuk menilai baik HPP maupun saldo akhir. Pendekatan ini cenderung lebih mudah diimplementasikan, terutama bagi UMKM yang memiliki fluktuasi harga yang moderat, karena menghasilkan nilai HPP yang lebih konsisten dan mengurangi dampak ekstrem dari setiap perubahan harga. Memilih metode yang tepat adalah langkah strategis pertama dalam manajemen inventaris yang akurat.
Saatnya Kelola Biaya Bahan Baku untuk Jaga Kestabilan Bisnis

Setelah memahami komponen dan cara menghitung biaya bahan baku, langkah strategis berikutnya adalah mengelola anggaran secara efisien. Sobat DOKU bisa mulai beralih dari kegiatan manual ke solusi digital untuk memantau arus stok dan biaya produksi secara real-time. Manajemen biaya bahan baku yang efisien dan transparan secara langsung akan meningkatkan profitabilitas dan daya saing bisnis Anda.
Mengontrol biaya bahan baku adalah upaya strategis untuk memastikan efisiensi produksi dan menjaga konsistensi kualitas produk. Namun, efisiensi yang Anda dapatkan di proses produksi (HPP) tidak ada artinya jika Anda tidak memiliki akurasi yang sama di proses penjualan (Revenue). Akurasi HPP harus didukung oleh akurasi penerimaan kas untuk menentukan laba yang sesungguhnya.
