Key Takeaways
- Brand impersonation scam mengancam reputasi bisnis. Penipu meniru identitas brand (logo, domain, hingga akun CS) untuk menipu pelanggan, mencuri data.
- Modusnya dari akun media sosial palsu hingga situs tiruan, pelaku memanfaatkan berbagai celah digital untuk membuat korban percaya bahwa mereka berinteraksi dengan pihak resmi.
- Monitoring kanal palsu dan edukasi pengguna secara berkala menjadi langkah bagi bisnis untuk mencegah brand impersonation scam dan menjaga kepercayaan pelanggan.
Di era yang semakin digital, kepercayaan adalah aset utama sebuah brand. Namun di saat yang sama, kepercayaan inilah yang sering dimanfaatkan oleh para penipu melalui brand impersonation scam yaitu modus penipuan di mana fraudster menggunakan nama, logo, tampilan, atau identitas visual sebuah brand untuk menipu pelanggan atau bahkan mitra bisnis. Karena tampak “resmi”, korban sering tidak sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan pihak palsu.
Brand impersonation adalah bentuk serangan sosial dan digital di mana penipu meniru identitas suatu brand, mulai dari logo, warna, gaya komunikasi, hingga kanal resmi untuk terlihat meyakinkan di mata korban. Tujuan akhirnya adalah membuat seseorang percaya bahwa mereka sedang berinteraksi dengan brand asli, sehingga bersedia memberikan data pribadi, mengklik link phishing bahkan hingga melakukan transaksi.
Cara Brand Impersonation Scam Menipu Korban

Penipu memanfaatkan celah apa pun untuk tampil meyakinkan, mulai dari akun media sosial hingga situs yang dibangun khusus untuk mengecoh pengguna. Agar lebih waspada, penting untuk memahami bagaimana skema ini biasanya bekerja.
1. Akun Media Sosial Palsu (Fake / Impersonation Profiles)
Penipu membuat profil di media sosial atau akun “palsu” yang meniru akun resmi brand atau bahkan profil eksekutif dari perusahaan tersebut. Mereka bisa saja menggunakan nama, foto, logo, dan gaya komunikasi yang sangat mirip.
- Tujuannya: saat pelanggan atau publik menghubungi “customer service / brand resmi,” mereka sebenarnya berkomunikasi dengan penipu.
- Dampak: pelanggan tertipu, data bocor, kepercayaan terhadap brand rusak.
2. Domain Palsu atau “Look-alike / Typosquatting”
Penipu mendaftarkan domain yang mirip dengan domain resmi brand, bisa dengan kesalahan huruf kecil, penambahan kata, untuk membuat situs palsu. Misalnya: brand.co.id menjadi brand-id.co atau brrand.com.
- Situs ini bisa digunakan untuk phishing (mencuri kredensial), mengarahkan korban ke malware, atau menipu pembayaran.
- Metode ini termasuk yang paling sering digunakan karena mudah dilakukan dan bisa menjangkau banyak korban.
3. Phishing Sites & AI-Generated Fake Websites
Selain domain, penipu juga membuat situs palsu yang tampilannya nyaris identik dengan situs resmi brand, layout, logo, warna, bahkan teks bisa sangat mirip, untuk mengecoh pengunjung website. Kini, mereka juga menggunakan teknologi AI untuk membuat “pixel-perfect phishing sites” dalam waktu singkat.
- Tujuan: mencuri data login, informasi kartu kredit, OTP, atau data sensitif lain dari pengguna.
- Bahaya: korban bisa tersedot bahkan sebelum menyadari bahwa situs tersebut palsu.
4. Impersonation via Aplikasi / App Tiruan / Marketplace / Store Palsu
Metode lainnya termasuk membuat aplikasi palsu, atau toko online (marketplace) yang mengaku menjual produk brand tertentu, padahal semuanya palsu atau scam.
- Bisa digunakan untuk mencuri data pengguna, membuat pembayaran palsu, atau sekadar merusak reputasi.
- Aplikasi atau toko palsu ini kadang tampil meyakinkan, memakai logo, deskripsi, interface seperti orisinal.
5. Email Spoofing & Komunikasi Palsu
Pelaku bisa mengirim email seakan dari brand resmi menggunakan domain mirip, tampilan email brand, dan bahasa “resmi.” Email ini bisa berisi link phishing, undangan palsu, invoice palsu, atau pemberitahuan palsu.
- Ketika penerima tidak curiga, mereka bisa dengan mudah membagikan data sensitif, klik link jahat, atau mentransfer uang.
- Ini sangat berbahaya karena banyak orang masih mempercayai email atas nama brand, terutama jika tampilannya sudah terlihat “resmi.”
Mengapa Brand Impersonation Sangat Berbahaya bagi Bisnis?
Sampai di sini, mungkin brand impersonation terdengar seperti “sekadar akun palsu” atau “website tiruan biasa.” Tapi dampaknya ternyata jauh lebih besar dari itu. Bagi bisnis, serangan seperti ini bukan hanya soal reputasi yang tercoreng, tetapi bisa memicu kerugian yang sulit dipulihkan.
- Sekali domain, situs, atau akun palsu berhasil “berjalan”, maka bisa langsung menjangkau banyak korban.
- Kredibilitas dan reputasi brand bisa rusak dalam waktu singkat. Bila konsumen tertipu, kepercayaan terhadap brand asli ikut terguncang.
- Dampak finansial bagi korban (konsumen atau partner), dan bagi brand: berpotensi kerugian reputasi, komplain, dan hilangnya pelanggan.
- Dalam skema yang lebih luas: data pelanggan bisa bocor, kredensial akun dicuri, reputasi dan loyalitas konsumen terganggu.
Bagaimana Bisnis Mengurangi Risiko Impersonation Scam?

Melihat ancaman dan potensi kerugian yang bisa muncul, jelas bahwa brand impersonation scam bukan sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja. Namun tak perlu khawatir, ada banyak langkah yang bisa dilakukan bisnis untuk memperkecil risiko penipuan jenis ini dan melindungi pelanggan dari serangan para peniru.
1. Perkuat Komunikasi Resmi
Pastikan pelanggan Anda tahu:
- Channel Customer Service resmi
- Prosedur verifikasi
- Informasi bahwa brand tidak pernah meminta OTP
2. Monitoring Channel Palsu
Aktif memantau di kanal yang Anda gunakan untuk berbisnis:
- Media sosial
- Marketplace
- Iklan di search engine
- Domain yang menyerupai brand
3. Edukasi Pengguna Secara Berkala
Edukasi pengguna Anda di berbagai kanal komunikasi yang Anda pakai, seperti in-app messages, kampanye edukasi media sosial, hingga push notification mengenai modus penipuan terkini.
Pada akhirnya, brand impersonation scam bukan sekadar masalah digital semata, ini merupakan ancaman nyata terhadap kepercayaan yang susah payah dibangun oleh sebuah brand. Di tengah pesatnya adopsi layanan online dan interaksi pelanggan yang serba cepat, penipu semakin kreatif memanfaatkan celah untuk menyamar sebagai pihak resmi. Karena itu, perlindungan identitas brand dan edukasi pelanggan bukan lagi pilihan, tetapi keharusan.
Dengan komunikasi yang jelas, monitoring yang konsisten, dan edukasi yang terus-menerus, bisnis dapat menjaga pelanggan tetap aman sekaligus mempertahankan kepercayaan yang menjadi fondasi utama hubungan jangka panjang. Dunia digital mungkin penuh risiko, tetapi dengan langkah yang tepat, brand tetap bisa unggul sekaligus melindungi para penggunanya dari para peniru.
